SEJARAH PEMIKIRAN EKOONOMI ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN NABI MUHAMMAD SAW.
SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN NABI MUHAMMAD SAW.
Munculnya Islam membuka zaman baru dalam sejarah kehidupan manusia. Kelahiran
Nabi Muhammad saw adalah suatu peristiwa yang tiada tandingannya.[1]
Beliau adlah Muhammad bin Abdullah bin Abd al-Muthalib bin Hasyim bin Abd Manaf
bin Qusay bin kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Firh bin Malik
bin al-Nadr bin Kinnah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudar bin Nizar
bin Ma’ad bin Adnan. Ibunya bernama Aminah binti Wahb bin Abd Manaf bin Zuhrah
bin Kilab. Muhammad saw lahir, pagi senin 12 Rabiul Awwal, bertepatan tanggal
20 April 571 M, di rumah Abd Al-Muthalib
dan dibidani oleh Al-Syaifa, Ibu Abd Al-Rahman bin Auf.
Beliau adalah utusan Allah SWT yang terakhir dan sebagai pembawa
kebaikan bagi seluruh umat manusia (Rahmatan
Lillalamin). Sebelum Islam dating di kota Yasrib sangat tidak menentu
karena wilayah ini tidak mempunyai pemimpin yang berdaulat secara penuh.[2]
Sebelum Islam datang kehidupan masyarakat sangat buruk dari segi
masyarakat, pemerintahan, institusi karena mereka selalu bertentangan dengan
prinsip ajaran Islam. Para BankirYahudi mulai
mewarnai kehidupan umat Islam dengan cengkeraman ribawi. Jauh dari
nilai-nilaiQur’ani seperti persaudaraan, persamaan, kebebasan, dan keadilan.[3]
A.
Kegiatan Ekonomi Bangsa Arab sebelum Islam
Jauh
sebelum datangnya islam, bangsa Arab telah terkenal dengan kehidupan
perniagaannya. Jazirah arab dan sekitarnya yang didominisasi padang pasir,
pegunungan yang tandus dan penuh dengan bebatuan menjadi alasn utama mayoritas
penduduk arab untuk memilih perniagaan sebagai sumber mata pencaharian mereka.
Mekah merupakan kota yang sangat penting dan terkenal karena letaknya sebagai
jalur perdagangan ramai yang menghubungkan yaman diselatan dan syiria di utara.[4] Suku
quraisy yang merukan pemegang otoritas sebagai penjaga ka’bah adalah suku
bangsa arab yang paling dominan dan berpengaruh, termasuk dalam kegiatan
perniagaan. Hampir seluruh suku bangsa arab menghorma khafilah-khafilah suku
quraisy.
Seperti
halnya ke utara dan selatan, suku quraisy juga mengadakan perjalanan niaga ke
timur dan barat untuk menghubungkan antara Bahrain dan selat Persia (teluk
arab) disatu pihak dengan sudan dan habsy melalui laut merah dipihak lain. Keluasaan
dalam perniagaan serta interaksinya yang luas dengan dunia luar, terutama
penduduk syiria, mesir, irak, iran, yaman, dan Ethiopia tdak saja mendatangkan
materi yang besar tetapi juga meningkatkan kadar pengetahuan, kecerdasan, dan
kearifan suku quraisy, sehingga menempatkan suku ini sebagai suku yang paling
piawai dalam berniaga.
Sementara
itu, mayoritas penduduk kota yatsrib (madinah) memilih bercocok tanam disamping
pengerajin besi dan berniaga sebagai sumber utama mata pencaharian mereka.
Dalammelakukan
transaksi perniagaannya, suku bangsa arab mempunyai kebiasaan menerapkan sistem
ribawi sebagai berikut:
a.
Seseorang
menjual sesuatu kepada orang lain dengan perjanjian bahwa pembayarannya akan
dilakukan pada suatu tanggal yang telah disetujui bersama. Apabila pembeli
tidak dapat membayar tepat pada waktunya, suatu tenggang waktu akan diberikan
dengan syarat membayar dengan jumlah yang lebih besar daripada harga awal.
b.
Seseorang
meminjamkan sejumlah uang selama jangka waktu tertentu dengan syarat, pada saat
jatuh tempo peminjam membayar pokok modal bersama dengan suatu jumlah tetap
riba atau tambahan.
c.
Antara
peminjam dengan pemberi pinjaman melakukan kesepakan terhadap suatu tingkat
riba selama jangka waktu tertantu. Apabila telah jatuh tempo dan belum bisa
membayyarnya, peminjam diharuskan membayar suatu tingkat kenaikan riba tertentu
sebagai konpensasi tambahan tenggang waktu pembayaran.[5]
Dengan
demikian, perdagangan merupakan dasar perekonomian bangsa arab sebelum islam.
Berkenaan dengan hal tersebut, prasyarat untuk melakukan suatu transaksi adalah
adanya alat pembayaran yang dapat dipercaya. Pada saat itu, jazirah arab dan
sekitarnya mempergunakan mata uang dinar dan dirham yang merupakan satuan mata
uang romawi dan Persia, dua kerajaan besar yang sangat berpengaruh diwilayah
tersebut. Disamping itu, karena ekspansi perdagaangan yang dilakukannya sangat
luas, bangsa arab juga mempergunakan alat pembayaran kredit. Akan tetapi,
volume sirkulasi alat pembayaran ini masih sangat sedikit jika dibandingkan
dengan uang, karena jazirah arab dan sekitarnya ketika itu berada dalam suasana
ketidak pastian.[6]
B.
Awal Pemerintahan Islam
Pada saat
pertama kali didirikannya pemerintahan Islam dapat dikatakan bahwa kondisi
masyarakat Madinah masih sangat tidak menentu dan memperihatinkan yang
mengindikasikan bahwa Negara tidak dapat dimobilisasi
dalam waktu dekat. Oleh karena itu, Rasulullah harus memikirkan jalan untuk
mgubah keadaan secara perlahan-lahan dengan mengatasi berbagai masalah utama
tanpa tergantung pada factor keuangan.[7]
Dalam hal ini, strategi yang
dilakukan oleh Rasulullah adalah dengan melakukan langkah-langkah sebagai
berikut.
1. Membawa
masjid utama sebagai tempat untuk mengadakan bagi para pengikutnya.
Setibanya
di kota madinah, tugas pertama yang dilakukan oleh Rasulullah adlah mendirikan
masjid yang merupakan asas utama dan terpenting dalam pembentukan masyarakat
Muslimah. Tanah yang digunakan untuk membangun masjid diperoleh dari sumbangan
Abu Bakar r.a yang membeli tanah milik dua anak yatim piatu seharga sepuluh dinar.
Selain menjadi tempat ibadah, masjid yang kemudian hari dikenal sebagai Masjid
Nabawi ini juga berfungsi sebagai Islamic
center.[8]
Dari
pembangunan masjid terjadilah aktivitas mempersaudarakan kaum Ansar dan Muhajirin dengan menerapkan muzara’ah.
Yang tidak kalah menarik adalah,
untuk memperkuat basis perubahan sosial yang telah berjalan, Rasulullah saw
melakukan proses transformasi ekonomi dengan menjadikan masjid dan pasar
sebagai sentral pembangunan Negara. Rasulullah menyadari bahwa kegiatan ekonomi
merupakan bagianbagian yang tidak boleh diabaikan.[9]
2. Merehabilitas
Muhajirin Mekah di Madinah
tugas kedua
Rasulullah adalah memecahkan permasalahan Muhajirin
(pengungsi dari Mekkah) yang hanya membawa sedikit persediaan baik yang
sudah tiba di Madinah maupun yang masih dalam perjalanan. Mereka berjumlah 150
keluarga.[10]
Untuk memperbaiki tingkat kehidupan mereka di Madinah tidaklah mudah. Mata pencaharian
mereka yang bergantung pada bidang pertanian dan tidak ada bantuan keuangan,
menjadikan tugas ini sangat sulit dilakukan. Namun Rasulullah saw dapat
menyelesaikannya dengan cara baru. Beliau menanamkan tali persaudaraan antara
individu-individu dari kelompok anshar dari
madinah dengan muhajirin, yang setiap
individu atau keluarga dari kelompok anshar
memberikan sebagian hartanya kepada saudara muhajirinnya sampai mereka mendapat mata pencaharian baru untuk
melangsungkan hidupnya. Persaudaraan yang ditegakkan oleh Rasulullah saw di
antara para sahabatnya tersebut bukan sekedar syair yang diucapkan tetapi
merupakan kenyataan yang terlihat dalam realitas
kehidupan dan menyangkut segala bentuk hubungan yang berlangsung antara
kaum Muhajirin dengan kaum anshar.[11]
3. Membuat
Konstitusi Negara
Setelah mendirikan
masjid dan mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, tugas berikutnya
yang dilakukan Rasulullah saw adalah menyusun konstitusi Negara yang menyatakan
tentang kedaulatan Madinah ini, pemerintah menegaskan bahwa setiap orang
dilarang melakukan berbagai aktivitas yang dapat mengganggu stabilitas
kehidupan mannusia dan alam.[12]
Pada
tataran masyarakat, perubahan dilakukan melalui proses Islah (perbaikan)
terhadap berbagai suku yang ada. Rasul saw menekankan perlunya toleransi
terhadap penganut agama lain, kebebasan untuk beribadah, perlindungan terhadap
tempat-tempat ibadah dan perlakuan yang sama di depan hokum. Pada tingkatan
ini, yang dilakukan oleh Rasul adalah bagaiman membangun sebuah sistem di
Madinah, sebagai upaya pelembagaan masyarakat dalam sebuah institusi yang
formal, yaitu Negara.
4. Menciptakan
Kedamaian Dalam Negara
Untuk
kedaiman dalam negeri, Madinah dinyatakan sebagai tempat anti pelanggaran, “di
antara kedua harrahs-nya (daerah
pegunungan berapi di sekitar Madinah), padang rumput tidak boleh dipotong,
pohonnya tidak boleh ditebang, dan tidak diperbolehkan membawa masuk senjata
untuk perkelahian, kekerasan, ataupun peperangan.[13]
5. Mengeluarkan
Hak Dan Kewajiban Bagi Warga Negaranya
Rasulullah mengeluarkan piagam (charter) yang berarti Madinah telah memiliki kedaulatan penuh
sebagai suatu Negara. Semua warga negaranya penduduk local, imigran, yahudi dan
lain-lain mendapat perlindungan. Sementara itu hak-hak, kewajiban dan tanggung
jawab mereka sebagai warga Negara telah ditentukan secara jelas.[14]
6. Menyusun
Sistem Pertahanan Madinah
tugas
penting lainnya adalah menjaga keamanan Madinah terhadap musuh dari luar.
Rasulullah saw juga melarang setiap individu membawa masuk senjata untuk tujuan
kekerasan atau peperangan di sekitar kota Madinah.[15]
7. Meletakan
dasar-dasar sistem euangan Negara
Setelah melakukan
barbagai upaya stabilisasi di bidang sosial, politik serta pertahanan dan
keamanan Negara,Rasulullah saw meletakan dasar-dasar sistem keuangan Negara
sesuai dengan ketentuan-ketentuan al-Qur’an. Seluruh paradigm baru yang sesuai
dengan nilai-nilai Qur’ani, yakni persaudaraan, persamaan, kebebasan, dan
keadilan. Dasar-dasar sistem keuangan Negara Islam ini secara lebih mendalam
akan dibahas pada bagian selanjutnya.[16]
C.
Pemikiran Ekonomi Rasulullah Saw Pada Masa Awal
Pemerintahan Islam
Misi mulia
Rasulullah saw di muka bumi adalah membangun masyarakat yang beradab. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengkonstruksi secara
mendasar pemahaman manusia terhadap keberadaannya di dunia. Rasulullah
menganjurkan agar manusia saling menghormati dan menyayangi dalam
penyelenggaraan hidup sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadist. Rasulullah saw
melarang manusia melakukan tindakan yang melanggar nilai-nilai agama karena
alasan kemuliaannya di dunia jabatan, kekayaan atau lainnya. Sebab apapun yang
dilakukan manusia yang mulia dilihat dari ketaqwaannya.[17]
Dalam hal
perekonomian Rasulullah telah mengajarkan transaksi- transaksi perdagangan
secara jujur, adil dan tidak penah membuat pelanggannya mengeluh dan kecewa. Ia
selalu menepati janji dan mengantarkan barang dagangannya dengan standar dan
kualitas sesuai dengan permintaan pelanggan. Reputasi sebagai pedagang yang
benar-benar jujur telah tertanam sejak muda. Ia selalu memperhatikan rasa
tanggung jawabnya terhadap setiap transaksi yang dilakukan. Lebih dari itu,
Muhammad juga meletakan prinsip-prinsip dasar dalam melakukan transaksi secara
adil.[18]
1. Larangan
Najsy
Najsy adalah sebuah praktik dagang dimana seorang
penjual menyuruh orang lain untuk memuji barang dagangannya atau menawar dengan
harga yang tinggi calon pembeli yang lain tertarik untuk membeli barang
dagangannya.[19]
2. Larangan
Bay’ Ba’dh ‘Ala Ba’dh
Praktik
beli ini adalah dengan melakukan lompatan atau penurunan harga oleh seorang di
mana kedua belah pihak yang terlibat tawar menawar masih dalam tahap negosiasi
atau baru akan menyelesaikan penetapan harga.[20]
3. Larangan
Tallaqi Al-Rukban
Praktik beli ini adalah dengan cara mencegat
orang-orang yang membawa barang dari desa dan membeli barang tersebut sebelum
tiba di pasar.[21]
4. Larangan
Ihtinaz dan Ihtikar
Ihtinaz adalah praktik penimbunan harta seperti emas,
perak dan lain sebagainya. Sedangkan ihtikar adalah penimbunan barang-barang
seperti makanan dan kebutuhan sehari-hari.[22]
D. Perkembangan
Pemikiran Ekonomi Pada Masa Rasulullah saw
1. Kebijakan
Fiskal Pada Masa Nabi Muhammad Saw
Lahirnya kebijakan fiksal di dalam dunia Islam
dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya karena fiksal merupakan bagian
dari instrumen ekonomi public. Untuk itu faktor-faktor seperti sosial, budaya
dan politik termasuk di dalamnya.[23]
2. Unsur-Unsur
Kebijakan Fiksal Pada Masa Nabi Muhammad Saw
a. Sistem
Ekonomi
Sistem ekonomi yang ditetapkan oleh Rasulullah Saw.
Barakar dari prinsip-prinsip Qur’ani.[24]
b. Keuangan
dan Pajak
Pada masa Rasulullah saw, belum ada tentara yang
formal. Setiap muslim yang mempunyai fisik yang kuat bisa menjadi tentara.
Mereka tidak menerima gaji tetap tetapi diperbolehkan mendapatkan bagian dari
harta rampasan perang, seperti senjata, kuda, unta, dan barang-barang bergerak
lainnya.[25]
3. Sumber-sumber
Pendapatan Negara
Pada masa-masa pemerintahan Islam di Madinah (623 M)
atau tahun 1 Hijriyah, pendapatan dan pengelaran Negara hamper tidak ada.
Rasulullah saw adalah seorang kepala Negara , pemimpin dibidang hokum, pemimpin
dan penanggung jawab dalam keseluruhan adnimistrasi. Rasulullah tidak mendapat
gaji sedikit pun dari Negara atau masyarakat, kecuali hadiah kecil yang umumnya
berupa bahan makanan. Pada fase ini, hampir seluruh pekerjaan yang dilakukan
tidak mendapat upah.[26]
4. Pengeluaran
Negara Di Masa Pemerintahan Rasulullah saw
Dari sisi pengeluaran Negara, catatan mengenai
pengeluaran secara rinci pada masa pemerintahan Rasulullah memang tidak
tersedia, namun tidak berarti menimbulkan kesimpulan bahwa sistem keuangan
Negara yang ada pada waktu itu tidak berjalan dengan baik dan benar. Rasulullah
saw, senatiasa memberikan perintah yang jelas dan tegas kepada para petugas
yang telah terlatih mengumpulkan zakat.[27]
Dasr-dasar kebijakan fiksal menyangkut penentuan
subjek dan objek kewajiban membayar kharaj, zakat, ushr, jizyah, dan kaffarat,
termasuk penentuan batas minimal terkena kewajiban (Nisab), umur objek terkena
(Haul), dan tarifnya. Setelah Rasulullah wafat, kebijakan fiksal itu
dilanjutkan bahkan dikembangkan oleh para penerusnya.
5. Baitul
Maal
Rasulullah merupakan kepala negara pertama yang
memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan negara pada abad ketujuh, yakni
semua hasil pengumpulan negara harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian
dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan negara dan bukan milik individu. Meskipun
demikian, dalam batas-batas tertentu, pemimpin negara dan para pejabat lainnya
dapat menggunakan harta tersebut untuk mencukupi kebutuhan pribadinya. Tempat
pengumpulan itu disebut sebagai Baitul Maal (Rumah Harta) atau bendahara
negara.[28]
Baitul Maal terletak di masjid Nabawi yang ketika itu
digunakan sebagai kantor pusat Negara yang sekaligus sebagai tempat tinggal
Rasulullah. Binatang-binatang yang merupakan harta perbendahara negara tidak
disimpan di Baitul Maal. Sesuai dengan alamnya, binatang-binatang tersebut
ditempatkan di alam terbuka.
[1]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 17.
[2]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 18.
[3]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 19.
[4]
DR.Euis Amalia, M.Ag, SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM, Depok:
Gramata Publishing, 2010. Hlm. 73.
[5]
DR.Euis Amalia, M.Ag, SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM, Depok:
Gramata Publishing, 2010. Hlm. 74.
[6]
DR.Euis Amalia, M.Ag, SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM, Depok:
Gramata Publishing, 2010. Hlm. 74.
[7]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 20.
[8]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 21.
[9]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 22.
[10]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 23.
[11]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 24.
[12]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 24.
[13]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 24.
[14]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 25.
[15]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 25.
[16]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 25.
[17]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 26.
[18]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 27.
[19]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 27.
[20]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 28.
[21]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 28.
[22]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 28.
[23]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 33.
[24]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 35.
[25]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 45.
[26]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 46.
[27]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 56.
[28]
Drs. Nur Chamid,MM, JEJAK LANGKAH SEJARAH PEMIKIRAN Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2010. Hlm. 58.
0 Response to "SEJARAH PEMIKIRAN EKOONOMI ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN NABI MUHAMMAD SAW."
Posting Komentar